KANAL  

Komisioner BNSP: Asesor FPII, LSP Pers Indonesia Khusus Wartawan

KABARPANTURA.ID – Latih Asesor Wartawan, BNSP Larang DP Sertifikasi Wartawan  Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Henny S. Widyaningsih menegaskan, Dewan Pers tidak boleh mengeluarkan sertifikasi kompetensi wartawan.

Karena Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia dan Standar Kompetensi Kerja (SKK) Khusus Wartawan sudah resmi hadir dalam system (Sertifikasi Kompetensi Nasional Indonesia).

Hal itu ditegaskan Henny saat menyampaikan arahannya kepada puluhan peserta pelatihan Asesor Kompetensi Wartawan dalam rangkaian pelaksanaan pelatihan Asesor Kompetensi di Ruang Serba Guna LSP Pers Indonesia lantai 5 Kompleks Ketapang Indah Jakarta Pusat, 14-18 April 2021.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2018 tentang BNSP, Henny mengatakan, BNSP merupakan satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi.

“Dewan Pers boleh melaksanakan setifikasi kompetensi tapi harus lewat LSP yang berlisensi BNSP, ” kata Henny.

Lanjutnya, oleh karena ini sertifikasi wartawan lewat BNSP belum pernah terjadi di Indonesia.

Maka LSP Pers Indonesia merupakan lembaga pertama yang memiliki Standar Kompetensi Wartawan yang bisa melaksanakan sertifikasi kompetensi wartawan.

Pada kesempatan yang sama, mantan Komisioner BNSP yang menjadi master asesor BNSP pada kegiatan pelatihan ini mengatakan, sertifikasi kompetensi itu ada aturan hukumnya.

Menurutnya, hanya dua lembaga yang diberi kewenangan oleh Negara untuk menerbitkan Sertifikat Kompetensi yakni Perguruan Tinggi dan BNSP.  “Jadi kalau ada lembaga di luar itu yang berani mengeluarkan sertifikat kompetensi itu melanggar dan ada sanksi pidananya,” tegas Agus.

Sementara itu, di tempat yang sama, Hence Mandagi, Ketua LSP Pers Indonesia, menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada BNSP yang sudah memberikan kesempatan kepada wartawan untuk mengikuti proses pelatihan asesor kompetensi melalui LSP Pers Indonesia.
“Selamat kepada wartawan yang sudah dinyatakan kompeten sebagai asesor oleh Master Asesor dari BNSP. Karena ini menjadi catatan sejarah baru bahwa pers Indonesia telah memiliki asesor penguji komptensi bersertifikat BNSP berlogo garuda,” ungkap Mandagi.

Mandagi mengaku bangga atas kehadiran wartawan yang menjadi peserta diklat asesor dari lintas organisasi dan latar belakang media. Mereka ada yang datang dari Batam, Bogor, Jogya, Sulsel, Jatim, Lampung dan Jakarta.

Sementara dari Organisasi Pers yang mengikuti Diklat Asesor Angkatan Pertama LSP Pers Indonesia ini berasal dari Organisasi Pers Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Perserikatan Journalis Syber Indonesia (PERJOSI), Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Jurnalis Nasional Indonesia (JNI), dan Sindikat Wartawan Indonesia (SWI).

“Latar belakang peserta juga berasal dari beragam media yakni dari media Televisi (RCTI dan TVRI), media Online diantaranya Indonesia Satu, Berita 55, BeNews, BeritaInvestigasi.com, Jaga Kampung.com  dan media cetak.

Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Wesly H Sihombing dan Ketua Deputy Advokasi, M. Haryadi merupakan Asesor yang lulus dalam Diklat tersebut.

“Alhamdulillah dengan perjuangan yang berat saat mengikuti Diklat selama 4 hari, akhirnya FPII punya 2 orang Asesor Penguji Kompetensi bersertifikat BNSP berlogo Garuda,” ucap Wesly kepada awak media usai pengumuman hasil Diklat di lokasi Diklat Asesor.

Dijelaskannya, keputusan mengambil pilihan *Skema Wartawan Muda Reporter* (01/SKEMA/MUREP) dengan *Unit : J.58PERS.005.1, Elemen Kompetensi : menentukan sudut pandang, menulis berita sesuai rubrik dan tema liputan, menulis berita laporan langsung/ _straight news_ dan liputan lengkap atau  indepth news* , karena melihat masih banyak Wartawan-wartawan yang menulis berita tidak menerapkan KEJ dan 5W1H, judul dan isi berita tidak berkaitan dan lain sebagainya.

” Apapun ilmu yang saya dapat dari diklat akan saya terapkan kepada teman-teman. Khususnya Keluarga Besar FPII, dan masyarakat yang berprofesi wartawan pada umumnya,” ucapnya.

Sebagai salah seorang pendiri dan merupakan Seknas FPII, Wesly mengharapkan semua wartawan yang tergabung di FPII harus memiliki sertifikat.

Karena sertifikat merupakan bukti Kompeten atau tidak nya seseorang menjalankan pekerjaannya (profesinya).

“Kita lahir ada akta, menikah (buku nikah), tempat tinggal (KTP), pekerjaan (sertifikat). Semua dikeluarkan oleh lembaga negara. Artinya, bahwa negara akan mengakui kita sebagai wartawan berkompeten bila kita memiliki sertifikat yang dikeluarkan Oleh lembaga negara sertifikat UKW yang selama ini beredar dari organisasi pers. mengikuti UKW/UKJ di LSP Pers Indonesia.

Menariknya, ada salah satu peserta yang selama ini menjadi tenaga penguji kompetensi Wartawan yang dilaksanakan Dewan Pers, Fredrik Kuen.

Mantan GM Kantor Berita Antara ini mengakui standar kompetensi Kerja Khusus Wartawan yang digunakan oleh LSP Pers Indonesia ini sangat berbeda dengan yang biasa dia gunakan sebagai bahan pengujian wartawan di DP.

“Saya sempat mengalami kesulitan saat mengikuti sistem dan metode melakukan sertifikasi kompetensi yang dilatih oleh master asesor dari BNSP. Namun setelah dinyatakan kompeten, saya mengerti bahwa standar kompetensi inilah yang benar-benar berkualitas dan dapat digunakan,” ujar Fredrik usai mengikuti pelatihan.

Fredrik juga mengaku akan menerapkan metode dan standar kompetensi yang sah dalam melaksanakan Diklat Jurnalistik di lembaga pendidikan yang dimilikinya. (Gani)***